Kali ini saya sudah tahu namanya, Milana. Ia bercerita mengapa ia melukis senja. Dan mengapa ia selalu melakukannya di atas feri yang menyeberangi Selat Bali, dari Banyuwangi ke Jembrana. Ia sedang menunggu kekasihnya. Ia yakin suatu saat kekasihnya akan datang ke tempat ia menunggu. Ia tidak tahu kapan. Ia berkata kepada saya bahwa ia bukan saja yakin, tapi ia tahu, kekasihnya itu akan datang kepadanya.
Namun, belakangan saya baru sadar, Milana sedang menunggu seseorang yang tiada.
"Benz seperti tukang tenun. Ia menciptakan embun dari katakata; saya menikmati sejuk dan beningnya. Saya menyukai cerita pertama kumpulan ini, cerita kedua, ketiga, dst. Ternyata saya menyukai semuanya." – A. S. Laksana